Menelusuri Jejak Sejarah Kampung Laweyan Solo. Ini kali kedua aku bertandang ke Laweyan. Setelah tahun 2014 datang ke Laweyan bersama teman-teman IIDN Semarang.
Kali ini, aku berkunjung bareng peserta workshop Wiskulja, Destinasi Wisata dan Kuliner Kemenpar RI. Dalam workshop ini, peserta diharapkan membuat sebuah paket wisata tentang Kampung Batik Laweyan Solo untuk dijual pada turis lokal dan mancanegara.
Hari pertama workshop, langsung diajak menjelajah Kampung Batik Laweyan Solo yang termashyur. Langsung semangat deh aku!
Ada dua kampung batik di Solo. Pertama adalah Kauman dengan ciri motif klasik yang berwarna batik gelap. Sedangkan Kampung Batik Laweyan punya ciri khas warna batik yang terang.
Kali ini peserta blogger hanya aku dan Fahmi Anhar mewakili Genpi Jateng. Yang lain dari Dinas Pariwisata Yogya dan Jateng, pemilik usaha, akademisi kampus ternama, pengelola pusat perbelanjaan serta dari asosiasi travel agent.
Selain didampingi pemandu wisata, hadir juga Pak Alpha Febela Priyatmono, pemilik Batik Mahkota Laweyan dan juga ketua Forum Pengembangan Laweyan menemani kami siang itu.
Mengendarai mini bus, kami diantar ke balai desa yang jadi tempat berkumpul para warga Laweyan. Sebuah rumah joglo yang kokoh. Terkesan anggun tapi kuat. Bersama pemandu wisata, kami berjalan kaki memasuki kawasan Laweyan.
Gerimis menyambut tak menghalangi langkah kami. Tak disangka, Laweyan ini sudah berdiri sejak 600 tahun lalu. Konon, tadinya banyak ditumbuhi pohon kapas yang jadi bahan baku kain tenun. Desa ini berpusat di Pasar Lawe atau sebutan lain untuk bahan pakaian dan kain tenun. Lama-kelamaan, disebut sebagai Laweyan.
Di Laweyan tinggal para pedagang batik, tak hanya menjual, mereka juga memproduksi batiknya di sini. Hingga kini, Laweyan masih menjadi kampung batik yang dihuni puluhan pengusaha batik. Tak hanya menjalankan usaha, para penduduk Laweyan juga berperan penting dalam sejarah perjuangan Indonesia lho.
Pada tahun 1935, berdiri koperasi batik pertama. Laweyan ini strategis letaknya, berdiri di atas tanah seluas 40 hektar. Pemegang bisnis batik rata-rata perempuan yang disapa Nyah Nganten.
Menjelajahi daerah ini tak cukup sehari ya. Luas hihi. Sejak tahun 2004, dicanangkan sebagai kampung batik Laweyan dan bisa dikunjungi wisatawan. Rumah megah para saudagar batik yang dulu tertutup, perlahan mulai dibuka untuk dikunjungi.
Beberapa rumah menjadi cagar budaya karena sarat nilai sejarah. Memesona banget deh kita bisa masuk dan ikut merasakan atmosfer kejayaan para saudagar, dengan keuntungan berlimpah pada masanya.
Rumah-rumah dibangun sederhana di luar dan megah di bagian dalam. Modelnya pun rata-rata Jawa dan dipengaruhi arsitektur Cina dan Eropa.
Destinasi pertama kami pagi itu adalah balai desa yang jadi pusat informasi kampung batik Laweyan lalu berjalan kaki menuju sebuah rumah cagar budaya di Laweyan.
1. Dalem Tjokrosoemartan
Merupakan lambang kemakmuran saudagar batik saat itu. Rumah yang dibangun tahun 1915 ini dijadikan bangunan cagar budaya oleh pemerintah.
Dimiliki oleh saudagar Tjokrosoemarto. Ia mengekspor batik dan hasil bumi pada tahun 1900 an ke luar negeri melalui pelabuhan Semarang.
Luas tanahnya sendiri sekitar 5000 meter persegi. Rumahnya hingga kini tetap terawat dan bersih. Kerap menjadi tempat resepsi pernikahan. Arsitekturnya cantik dengan ukiran yang indah.
Perabotan yang ada di dalam rumah pun kebanyakan barang antik seperti kursi dan lemari. Terpajang foto-foto pemilik rumah bersama Soekarno yang berkunjung ke Ndalem Tjokrosoemartan.
Pak Tjokro juga ikut berjuang bersama saudagar batik Laweyan, menyumbang dana untuk perjuangan Indonesia. Dana dikumpulkan berupa uang dan perhiasan dalam kaleng.
2. Batik Merak Manis
Tujuan kami berikutnya adalah sebuah gerai batik yang cukup beken di Laweyan. Menurut seorang ibu peserta trip, batik Merak Manis ini cantik dan harganya terjangkau.
Di area teras, beberapa perajin sedang asyik membatik. Kami jadi mengerubungi mereka sambil ngobrol. Membatik itu memang butuh ketelatenan ya, suka melihatnya. Kalau prakteknya, encook hihi.
Masuk ke gerai, terpajang berbagai sandang bermotif batik mulai dari kain, daster, kemeja hingga setelan berharga jutaan rupiah. Gemesin! Anggota trip kami langsung belanja deh hihi. Terutama si bapak dari Makassar, borong!
Menelusuri jalan di Laweyan, kita bakal terpesona dengan keindahan pintu-pintu rumah para saudagar batik. Sebagian besar, rumahnya memang tak terlihat karena terhalang tembok tinggi.
Menurut seorang sahabat yang asli Solo, pagar tinggi sengaja dibangun agar desain batik yang dikerjakan tidak dicontek pengusaha lain, hehe. Pintu-pintu ini cakep banget untuk berfoto. Instagramable pisan.
3. Makam Pahlawan Nasional KH. Samanhudi
Sudah aku ceritakan di atas, kalau para saudagar batik di Laweyan berjasa besar dalam perjuangan.
Tahun 1905, seorang saudagar batik KH. Samanhudi berinisiatif mendirikan Serikat Dagang Islam di Solo untuk mempersatukan para pedagang muslim untuk menghadapi Belanda yang kian menguasai keraton saat itu. Dengan mendirikan SDI, para pengusaha pribumi punya posisi tawar lebih.
Pak Samanhudi yang lahir di Laweyan 08 Oktober 1858. Walau hanya tamat SD, ia sangat pandai berbisnis dan juga rajin menimba ilmu di berbagai pesantren.
Atas jasanya, beliau diberi penghargaan oleh Ir. Soekarno berupa gelar Pahlawan Pergerakan Nasional pada tahun 1961 dan sebuah rumah di Laweyan yang dihuni keluarganya hingga kini.
Pak Samanhudi meninggal di Bandung tahun 1956 pada usia 87 tahun. Ia dikebumikan di Banaran, Sukoharjo ini, kembali ke kampung halamannya.
Kami mengunjungi makamnya yang berada di sebuah pemakaman umum sederhana di Laweyan. Jasadnya dikebumikan bersebelahan dengan istri tercintanya. Alhamdulillah, kami bisa berdoa sejenak di sana.
4. Ledre Pisang Laweyan
Selepas mengunjungi makam KH. Samanhudi, kami diajak menyambangi kedai ledre pisang Bu Sri Martini. Kedainya berada di sebuah lorong kecil jadilah kami berlari-lari kecil karena hujan makin deras. Tahu saja, kami kelaparan!
Penganan terbuat dari beras ketan, kelapa muda dan pisang raja dan dibakar di atas loyang. Ia berjualan sejak tahun 1984 dan cukup terkenal karena kelezatannya. Ahh, penasaran!
5. Batik Mahkota Laweyan
Tempat berikutnya yang kami kunjungi adalah Batik Mahkota. Sebuah galeri batik, workshop hingga museum batik ada di sini. Unik banget deh tempatnya. Bukan galeri biasa.
Ada pertunjukan wayang dan pembuatan Quran batik. Nanti kisah Pak Alpha Febela Priyatmono dan Batik Mahkota saya tulis di artikel terpisah ya!
6. Apem Dudy Laweyan
Selain ledre, apem Dudy juga ngehits di Laweyan. Saat kami tiba di Jalan Radjiman, apemnya nyaris tandas. Tersisa rasa orisinal saja, huhu. Tapi tak mengapa.
Benar saja, Apem ini tandas seketika kami lahap. Lapar ya, Buu? Alhamdulillah, senangnya hari ini bisa menelusuri jejak sejarah Kampung Laweyan Solo.
sebuah sudut Laweyan Solo kampung berusi 600 tahun |
Kali ini, aku berkunjung bareng peserta workshop Wiskulja, Destinasi Wisata dan Kuliner Kemenpar RI. Dalam workshop ini, peserta diharapkan membuat sebuah paket wisata tentang Kampung Batik Laweyan Solo untuk dijual pada turis lokal dan mancanegara.
Hari pertama workshop, langsung diajak menjelajah Kampung Batik Laweyan Solo yang termashyur. Langsung semangat deh aku!
Peserta workshop berfoto bersama pihak Kemenpar RI |
Ada dua kampung batik di Solo. Pertama adalah Kauman dengan ciri motif klasik yang berwarna batik gelap. Sedangkan Kampung Batik Laweyan punya ciri khas warna batik yang terang.
Kali ini peserta blogger hanya aku dan Fahmi Anhar mewakili Genpi Jateng. Yang lain dari Dinas Pariwisata Yogya dan Jateng, pemilik usaha, akademisi kampus ternama, pengelola pusat perbelanjaan serta dari asosiasi travel agent.
Kampung Batik Laweyan Solo |
Selain didampingi pemandu wisata, hadir juga Pak Alpha Febela Priyatmono, pemilik Batik Mahkota Laweyan dan juga ketua Forum Pengembangan Laweyan menemani kami siang itu.
Mengendarai mini bus, kami diantar ke balai desa yang jadi tempat berkumpul para warga Laweyan. Sebuah rumah joglo yang kokoh. Terkesan anggun tapi kuat. Bersama pemandu wisata, kami berjalan kaki memasuki kawasan Laweyan.
Gerimis menyambut tak menghalangi langkah kami. Tak disangka, Laweyan ini sudah berdiri sejak 600 tahun lalu. Konon, tadinya banyak ditumbuhi pohon kapas yang jadi bahan baku kain tenun. Desa ini berpusat di Pasar Lawe atau sebutan lain untuk bahan pakaian dan kain tenun. Lama-kelamaan, disebut sebagai Laweyan.
peta wilayah Kampung Batik Laweyan Solo |
Di Laweyan tinggal para pedagang batik, tak hanya menjual, mereka juga memproduksi batiknya di sini. Hingga kini, Laweyan masih menjadi kampung batik yang dihuni puluhan pengusaha batik. Tak hanya menjalankan usaha, para penduduk Laweyan juga berperan penting dalam sejarah perjuangan Indonesia lho.
Pada tahun 1935, berdiri koperasi batik pertama. Laweyan ini strategis letaknya, berdiri di atas tanah seluas 40 hektar. Pemegang bisnis batik rata-rata perempuan yang disapa Nyah Nganten.
Dipandu Pak Alpha penggiat Kampung Batik Laweyan Solo |
workshop batik Putera di Kampung Batik Laweyan Solo |
Beberapa rumah menjadi cagar budaya karena sarat nilai sejarah. Memesona banget deh kita bisa masuk dan ikut merasakan atmosfer kejayaan para saudagar, dengan keuntungan berlimpah pada masanya.
malam untuk membatik |
Rumah-rumah dibangun sederhana di luar dan megah di bagian dalam. Modelnya pun rata-rata Jawa dan dipengaruhi arsitektur Cina dan Eropa.
Destinasi pertama kami pagi itu adalah balai desa yang jadi pusat informasi kampung batik Laweyan lalu berjalan kaki menuju sebuah rumah cagar budaya di Laweyan.
1. Dalem Tjokrosoemartan
Merupakan lambang kemakmuran saudagar batik saat itu. Rumah yang dibangun tahun 1915 ini dijadikan bangunan cagar budaya oleh pemerintah.
Dimiliki oleh saudagar Tjokrosoemarto. Ia mengekspor batik dan hasil bumi pada tahun 1900 an ke luar negeri melalui pelabuhan Semarang.
rumah kuno yang jadi cagar budaya |
Luas tanahnya sendiri sekitar 5000 meter persegi. Rumahnya hingga kini tetap terawat dan bersih. Kerap menjadi tempat resepsi pernikahan. Arsitekturnya cantik dengan ukiran yang indah.
arsitekturnya masih asli |
Perabotan yang ada di dalam rumah pun kebanyakan barang antik seperti kursi dan lemari. Terpajang foto-foto pemilik rumah bersama Soekarno yang berkunjung ke Ndalem Tjokrosoemartan.
pemilik rumah bersama Presiden Soekarno |
Pak Tjokro juga ikut berjuang bersama saudagar batik Laweyan, menyumbang dana untuk perjuangan Indonesia. Dana dikumpulkan berupa uang dan perhiasan dalam kaleng.
2. Batik Merak Manis
Tujuan kami berikutnya adalah sebuah gerai batik yang cukup beken di Laweyan. Menurut seorang ibu peserta trip, batik Merak Manis ini cantik dan harganya terjangkau.
Galeri batik merak manis Kampung Batik Laweyan Solo |
Di area teras, beberapa perajin sedang asyik membatik. Kami jadi mengerubungi mereka sambil ngobrol. Membatik itu memang butuh ketelatenan ya, suka melihatnya. Kalau prakteknya, encook hihi.
tekun membatik |
Masuk ke gerai, terpajang berbagai sandang bermotif batik mulai dari kain, daster, kemeja hingga setelan berharga jutaan rupiah. Gemesin! Anggota trip kami langsung belanja deh hihi. Terutama si bapak dari Makassar, borong!
Batik Merak Manis |
Menelusuri jalan di Laweyan, kita bakal terpesona dengan keindahan pintu-pintu rumah para saudagar batik. Sebagian besar, rumahnya memang tak terlihat karena terhalang tembok tinggi.
Menurut seorang sahabat yang asli Solo, pagar tinggi sengaja dibangun agar desain batik yang dikerjakan tidak dicontek pengusaha lain, hehe. Pintu-pintu ini cakep banget untuk berfoto. Instagramable pisan.
3. Makam Pahlawan Nasional KH. Samanhudi
Sudah aku ceritakan di atas, kalau para saudagar batik di Laweyan berjasa besar dalam perjuangan.
Tahun 1905, seorang saudagar batik KH. Samanhudi berinisiatif mendirikan Serikat Dagang Islam di Solo untuk mempersatukan para pedagang muslim untuk menghadapi Belanda yang kian menguasai keraton saat itu. Dengan mendirikan SDI, para pengusaha pribumi punya posisi tawar lebih.
Makam Pahlawan KH Samanhudi |
Pak Samanhudi yang lahir di Laweyan 08 Oktober 1858. Walau hanya tamat SD, ia sangat pandai berbisnis dan juga rajin menimba ilmu di berbagai pesantren.
Atas jasanya, beliau diberi penghargaan oleh Ir. Soekarno berupa gelar Pahlawan Pergerakan Nasional pada tahun 1961 dan sebuah rumah di Laweyan yang dihuni keluarganya hingga kini.
Pak Samanhudi meninggal di Bandung tahun 1956 pada usia 87 tahun. Ia dikebumikan di Banaran, Sukoharjo ini, kembali ke kampung halamannya.
Kami mengunjungi makamnya yang berada di sebuah pemakaman umum sederhana di Laweyan. Jasadnya dikebumikan bersebelahan dengan istri tercintanya. Alhamdulillah, kami bisa berdoa sejenak di sana.
4. Ledre Pisang Laweyan
Selepas mengunjungi makam KH. Samanhudi, kami diajak menyambangi kedai ledre pisang Bu Sri Martini. Kedainya berada di sebuah lorong kecil jadilah kami berlari-lari kecil karena hujan makin deras. Tahu saja, kami kelaparan!
Ledre pisang sumber foto: myheartmylifemysoul.tumblr.com |
Penganan terbuat dari beras ketan, kelapa muda dan pisang raja dan dibakar di atas loyang. Ia berjualan sejak tahun 1984 dan cukup terkenal karena kelezatannya. Ahh, penasaran!
5. Batik Mahkota Laweyan
Tempat berikutnya yang kami kunjungi adalah Batik Mahkota. Sebuah galeri batik, workshop hingga museum batik ada di sini. Unik banget deh tempatnya. Bukan galeri biasa.
Quran batik di Mahkota Batik Kampung Batik Laweyan Solo |
lukisan batik tulis yang unik |
Ada pertunjukan wayang dan pembuatan Quran batik. Nanti kisah Pak Alpha Febela Priyatmono dan Batik Mahkota saya tulis di artikel terpisah ya!
6. Apem Dudy Laweyan
Selain ledre, apem Dudy juga ngehits di Laweyan. Saat kami tiba di Jalan Radjiman, apemnya nyaris tandas. Tersisa rasa orisinal saja, huhu. Tapi tak mengapa.
Aku malah belum pernah nyobain ledre itu. Wkwkwkwk eh ini acara waktu di Sunan mba? baru di tulis? wooo nakal... :p
ReplyDeleteAaaaaa~ mbak Dew, sayang banget aku baru baca artikel ini sekarang. Minggu lalu temen q dari Belgia main ke Semarang n Solo pas di Semarang sih aku ajakin piknik tapi pas k Solo dia sendirian dan sedihnya lagi aku gabisa kasih rekomendasi macam2 karena akunya sendiri ga tau banyak tentang Solo hikz T.T
ReplyDeleteSolo itu adem, ayem, kecil tapi punya sejarah yang cukup panjang ya... lengkap banget wes pikniknya genpi dari mulai wisata pengetahuan, sejarah, religi hingga wisata kuliner! ah~ jadi pengen main-main ke Solo :)
Indonesia itu memang kaya ya, corak kain batiknya banyak dan bagus semua, aku belum punya batik laweyan, baru punya batik garutan, batik semarangan dan batik solo juga batik pekalongam saja 😊
ReplyDeleteSuasana klasiknya kental ya, keren banget! Semoga saya bisa berkunjung juga ke Kampung Batik ini :D
ReplyDeleteKeren, Dew. Kapan2 aku juga mau ah ke Ndalem Tjokrosoemartan.
ReplyDeletewahh kampung batik yang menarik>
ReplyDeletebisa ngeborong batik nih disana..
Kalo mau trip pribadi apa ada guidenya juga ya, mb? Kan asik kalo tur sekalian dapet penjelasan tentang sejarah Batik Laweyan dan motifnya
ReplyDeleteKalo mau trip pribadi apa ada guidenya juga ya, mb? Kan asik kalo tur sekalian dapet penjelasan tentang sejarah Batik Laweyan dan motifnya
ReplyDeleteTernyata banyak sisi dari Kampung Laweyan yang belum aku jelajahi. Waktu itu cuma sempat ke beberapa outlet aja. :D
ReplyDeletesuka abnget kalau jalan2 ke akmpung batik ya, aku suka banget dg batik
ReplyDeletekemarin ke Solo masih belumsempat ke Kampung Laweyan...
ReplyDeletemasih pingin balik lagi ke sana...insya Allah
Kerennya wisata seperti ini. Banyak pengetahuan yang bisa didapat. Mestinya diadain juga nih di Makassar
ReplyDeleteAku baru tahu mbak di laweyan ada ledre. Serius. Wahhh pan kapan harus nih cobain ke sana
ReplyDelete